Sabtu, 16 Mei 2020

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Menambah Beban Masyarakat disaat Pandemi

JAKARTA, SangkalaNews–Anggota DPD RI, Fahira Idris mengungkapkan, dampak pandemi korona ini tentunya menganggu kondisi ekonomi semua warga masyarakat, termasuk mereka yang diasumsikan sebagai kelas menengah.

Selain karena sebelumnya MA sudah sempat membatalkan kenaikan, kebijakan menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan momentumnya kurang tepat untuk saat ini. kebijakan Pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II yang mulai berlaku 1 Juli 2020, dan Kelas III yang baru akan naik tahun 2021 mengejutkan berbagai pihak.

Pasalnya, pada Februari 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Perpres Nomor 75/2019 yang mengatur soal kenaikan BPJS Kesehatan karena dinilai bertentangan dengan undang-undang, kebijakan kenaikan ini juga mendapat sorotan karena ditetapkan saat pandemi Covid-19 yang cukup menggangu roda ekonomi warga, termasuk kelas menengah yang diasumsikan sebagai peserta Kelas I dan II.

Lambannya pergerakan ekonomi akibat korona ditambah kenaikan iuran BPJS Kesehatan dikhawatirkan akan semakin menambah beban masyarakat.

“Memang kelas III baru akan 2021, namun tetap saja momentum menaikkan iuran untuk kelas I dan II, menurut saya kurang tepat untuk saat ini, tidak bisa dipungkiri semua golongan masyarakat merasakan dampak ekonomi akibat pandemi ini. Makanya kebijakan kenaikan ini dikhawatirkan membuat banyak yang mengalami kendala untuk membayar,” tukas Fahira Idris, Kamis (14/5) di Jakarta.

Tambah Fahira, selama wabah masih terjadi dan PSBB masih diterapkan, idealnya berbagai lapisan masyarakat diberi berbagai kelonggaran untuk mengurangi beban ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan tidak menaikkan atau menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kelonggaran ini agar ritme atau pergerakan ekonomi masih terus dapat berputar walau tidak normal seperti biasanya.

Memang defisit yang terus menerus terjadi bisa menganggu keberlangsungan BPJS Kesehatan dan terus membebani APBN, oleh karena itu upaya pemerintah menekan defisit BPJS Kesehatan harus didukung.

Namun, Pemerintah bersama BPJS Kesehatan masih memiliki pilihan antara lain terus memaksimalkan kepatuhan pembayaran iuran hingga sempurna (mendekati 100 persen) dan terus meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran BPJS Kesehatan sehingga defisit bisa dipangkas maksimal agar sisa defisit tidak terlalu membebani APBN.

“Hal yang menjadi kekhawatiran kita semua dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang terjadi dimasa sulit ini adalah akan terjadinya tunggakan yang masif khususnya dari golongan mandiri. Jika ini terjadi justru malah akan menganggu finansial dan keberlanjutan BPJS Kesehatan secara keseluruhan,” pungkasnya

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sendiri tertuang dalam keputusan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Berikut besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34: Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta; Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta; Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.(EH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar